![]() |
| Sumber Gambar : Pixabay () |
Pernahkah Anda merasa kewalahan saat dihadapkan pada sebuah tumpukan data yang sangat besar, atau masalah bisnis yang terasa begitu rumit sehingga Anda tidak tahu harus mulai dari mana?
Banyak orang berpikir bahwa menjadi seorang analis hebat
adalah soal jago SQL, Python, atau mahir membuat dashboard yang cantik. Namun,
ada satu rahasia yang jarang dibicarakan. Analisis yang hebat dimulai jauh
sebelum Anda menyentuh baris data pertama.
Inilah yang kita sebut dengan Analytic Thinking,
khususnya kemampuan melakukan dekomposisi masalah.
Apa Itu Dekomposisi Masalah?
Secara sederhana, dekomposisi adalah proses memecah
masalah besar yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dikelola. Bayangkan Anda sedang mencoba merakit sebuah lemari besar. Jika Anda
melihat tumpukan kayu itu sebagai satu kesatuan, Anda akan bingung. Tapi jika
Anda memecahnya menjadi langkah-langkah—pasang kaki, bangun rangka, pasang
pintu—semuanya menjadi lebih logis.
Dalam dunia data, dekomposisi adalah jembatan antara masalah
bisnis yang abstrak dan eksekusi data yang presisi.
Mengapa Kita Sering Gagal di Tahap Awal?
Kebanyakan dari kita terjebak dalam "bias
aksi". Begitu ada masalah, kita langsung membuka Excel atau Tableau. Kita
mencari korelasi tanpa tahu apa yang sebenarnya kita cari. Hasilnya? Kita
tenggelam dalam data ( data drowning ) dan menghasilkan laporan yang
tidak menjawab inti masalah.
Tahapan Melakukan Dekomposisi Masalah
Mari kita bedah bagaimana cara menerapkan pola pikir ini
dalam alur kerja profesional Anda.
1. Definisikan Masalah dengan "First Principles"
Sebelum memecah masalah, Anda harus memahaminya. Gunakan
pendekatan First Principles Thinking. Jangan menerima masalah apa
adanya. Jika atasan Anda berkata, "Penjualan turun, tolong cek
datanya," jangan langsung lari ke data penjualan.
Tanyakan :
- Apa
definisi "turun" dalam konteks ini? (Dibandingkan bulan lalu?
Atau tahun lalu?)
- Bagian
mana yang paling terasa dampaknya?
- Apa
tujuan akhir dari analisis ini?
2. Gunakan Framework Issue Tree (Pohon Masalah)
Ini adalah alat favorit para konsultan manajemen. Issue
Tree membantu Anda memetakan masalah secara visual.
Misalnya, masalahnya adalah "Profit Menurun".
Secara matematis, Profit adalah (Pendapatan - Biaya). Maka, cabang pertama
pohon Anda adalah:
- Pendapatan
(Revenue)
- Biaya
(Cost)
Lalu pecah lagi. Pendapatan turun karena volume penjualan
turun atau harga jual turun? Biaya naik karena biaya produksi atau biaya
pemasaran? Dengan cara ini, Anda tidak mencari "sesuatu" di dalam
data secara acak. Anda sedang menguji hipotesis yang spesifik.
3. Prinsip MECE (Mutually Exclusive, Collectively Exhaustive)
Agar dekomposisi Anda efektif, gunakan prinsip MECE.
- Mutually
Exclusive
Bagian-bagian yang Anda pecah
tidak boleh tumpang tindih.
- Collectively
Exhaustive
Jika digabungkan kembali,
bagian-bagian tersebut mencakup seluruh aspek masalah tanpa ada yang
tertinggal.
Jika Anda membagi pelanggan berdasarkan usia (10-20, 20-30, dst), itu MECE. Tapi jika Anda membaginya berdasarkan "Hobi" dan "Pekerjaan", itu tidak MECE karena satu orang bisa masuk ke kedua kategori tersebut, sehingga data Anda akan bias.
Menghubungkan Dekomposisi dengan Strategi Data
Setelah masalah terpecah menjadi butiran kecil, barulah
kita bicara soal data. Di sinilah analytic thinking mulai menunjukkan
taringnya.
Menentukan Metrik yang Tepat
Setelah dekomposisi, Anda akan menemukan bahwa setiap
"cabang" masalah membutuhkan metrik yang berbeda.
- Masalah
di Retensi Pelanggan? Anda butuh data Churn Rate dan Cohort
Analysis.
- Masalah
di Efisiensi Operasional? Anda butuh data Lead Time atau Resource
Utilization.
Tanpa dekomposisi, Anda mungkin akan menyodorkan data Traffic
Website untuk masalah Profitabilitas, yang tentu saja tidak
nyambung.
Membuat Hipotesis Sebelum Eksplorasi
Biasakan menuliskan hipotesis sebelum menyentuh database.
- Bad
approach
"Saya akan lihat data
penjualan dan cari tahu apa yang menarik."
- Good
approach
"Saya menduga penurunan
profit disebabkan oleh kenaikan biaya logistik di wilayah Jawa Timur karena
adanya perubahan vendor bulan lalu."
Hipotesis memberikan Anda senter di tengah kegelapan
data. Anda tahu kolom mana yang harus ditarik dan filter apa yang harus
diterapkan.
Mengasah Skill Analytic Thinking
Sama seperti otot, kemampuan berpikir analitis perlu dilatih. Berikut adalah beberapa cara untuk mengasahnya setiap hari :
- Bertanya
"Kenapa" 5 Kali (5 Whys)
Jangan puas dengan jawaban
pertama. Gali terus sampai Anda menemukan akar masalah ( root cause ).
- Latih
Logika Tanpa Data
Cobalah pecahkan masalah
sehari-hari. Misalnya, "Kenapa saya sering terlambat ke kantor?"
Pecah menjadi faktor internal (bangun kesiangan, persiapan lama) dan eksternal
(macet, cuaca).
- Belajar
Struktur Bisnis
Semakin Anda paham bagaimana
sebuah bisnis mencari uang, semakin mudah bagi Anda untuk melakukan dekomposisi
masalah bisnis tersebut.
Data Hanyalah Alat, Pikiran Kita Adalah Senjatanya
Di era AI seperti sekarang, mengekstrak data menjadi
semakin mudah. ChatGPT atau alat otomatisasi lainnya bisa membuatkan query SQL
untuk Anda dalam hitungan detik. Namun, AI tidak bisa (belum bisa) melakukan
dekomposisi masalah se-strategis manusia yang memahami konteks.
Analytic thinking adalah tentang kemampuan Anda
untuk tetap tenang di depan kompleksitas, mengambil langkah mundur, dan
membedah masalah tersebut dengan pisau logika yang tajam. Begitu masalah sudah
terdekomposisi dengan baik, data hanya akan berfungsi sebagai konfirmasi atas
pemikiran hebat Anda.
Jadi, sebelum Anda membuka laptop dan mulai mengetik baris kode, ambil kertas dan pena. Gambar pohon masalah Anda. Pahami anatomi masalahnya. Karena saat Anda sudah tahu apa yang Anda cari, data akan berbicara lebih jujur kepada Anda.
Apakah Anda sering merasa terjebak saat memulai analisis
data? Mari kita diskusikan di kolom komentar. dataxx

0 Komentar
Tuliskan Komentar anda di sini